Latest Post

VIDEO DEWASA | Asahi Mizuno Orgamsing

VIDEO DEWASA





 

VIDEO DEWASA | Asian Nanami Hirose Axe

VIDEO DEWASA

Asian Nanami Hirose Axe



Video Dewasa - Nanami Hirose Axe - Blowjob - Handjob - Asian 





 

Kumpulan Cerita Dewasa | Ada Sperma Lain Di Vagina Istriku PART 1


Kumpulan Cerita Dewasa




Kumpulan Cerita Dewasa - Begitu turun kapal di pagi hari di Tanjung Priok, Giman tetangga sebelahku telah menungguku. Dia menggelandangku untuk mampir makan di Saiyo Bundo warung Padang kesukaanku tidak jauh dari dermaga. Sembari makan dengan rakusnya, dengan penuh antusias dia menceritakan bahwa beberapa hari terakhir ini dia melihat dengan perasaan curiga. Seorang lelaki, usianya sekitar 52 tahun, 15 tahun lebih tua dari aku, selama minggu-minggu terakhir ini, setiap dini hari termasuk tadi pagi, sekitar pukul 5, nampak keluar dari rumahku. Dia curiga istriku pasti telah berselingkuh dengan lelaki itu.

Mendengar omongan Giman teman akrab dan tetanggaku yang tak pernah kuragukan jujur dan tanpa pamrihnya sepertinya aku sangat terpukul. Shock. Aku limbung. Jiwaku sungguh-sungguh tergoncang. Aku jadi merasa kecil, disepelekan, diabaikan, dikalahkan, dihina, ditinggalkan. Martabat dan harga diriku dihancurkan, diluluh lantakkan.


Langsung terbayang di mataku. Seorang lelaki tua seumur bapaknya menggauli dia, Warni istriku yang baru berusia 28 tahun itu. Mungkin lelaki tua yang kekar berotot sebagaimana yang sering diinginkan Warni padaku agar banyak berolah raga supaya tubuhku kekar berotot. Lelaki tua itu bercumbu, berasyik masyuk melepaskan syahwat birahinya pada istriku.

Terbayang bagaimana istriku yang sangat mendambakan lelaki berotot menggigiti dadanya yang gempal penuh otot dengan sepenuh gairah birahinya. Tentu Warni mendesak-desakkan pantatnya, sebagaimana yang dia lakukan padaku juga, yang tak sabar menunggu penis lelaki itu menembusi vaginanya. Dan kubayangkan pula bagaimana Warni mendesah atau merintih saat menerima tusukkan penis Pak tua itu di kemaluannya.
Aku paham ke-liar-an Warni saat orgasmenya datang menyerbu. Kubayangkan dia bergelinjang sambil menggeliat-geliatkan pinggulnya untuk menahan gatal syahwatnya. Saat dorongan ejakulasinya mendesak-desak untuk muncrat dari lubang vaginanya, tangan-tangannya pasti akan mencengkeram atau mencakar punggung Pak tua itu hingga membuatnya luka dan mengeluarkan darah.
Bayangan-bayangan diatas semakin membuat aku sebagai lelaki atau sebagai suami yang tak ada artinya. Aku sepenuhnya menjadi pecundang yang akan melata terseok-seok di tanah.

Tetapi aneh.. Dan mengherankan. Kenapa bayangan pada Warni istriku telah membuat aku demikian tercampak itu tidak juga membakar rasa cemburuku. Ada lelaki lain hadir yang selalu berasyik masyuk dengan istriku saat aku berlayar di tengah lautan. Aku yang berlayar demi kehidupan perkawinan dan masa depanku bersama Warni yang telah 5 tahun ini kunikahi.

Aku memang merasa terbakar atau terpanggang hidup-hidup. Aku seakan telah menggeliat-geliat tanpa mampu menghindarkan panasnya rasa amarah, tetapi bukan cemburu. Bahkan kemaluanku mengeras. Penisku ngaceng tegak mendorong dalam celanaku. Benarkah terjadi? Mungkinkah pukulan itu langsung merubah kepribadianku? Merubah oreientasi seksualku?

Ah, aku harus menyangsikan cerita Giman ini? Apa dia tak salah lihat? Bukankah Warni selalu menunjukkan cinta dan kesetiaannya padaku selama ini? Walaupun tetangga sebelahku ini kuyakini sebagai orang yang paling jujur dan baik, aku tidak boleh begitu saja percaya pada ceritanya. Sebaiknya aku lekas pulang. Aku harus menyaksikannya sendiri.

Warni nampak terkejut saat aku muncul di pintu. Memang seharusnya aku belum pulang. Tetapi karena kapalku harus mengisi bahan bakar maka aku bisa pulang ke rumah. Aku tidak menunjukkan kecurigaan apa-apa saat ketemu istriku. Aku merangkulnya dengan hangat sambil mencium jidadnya. Demikian pula Warni. Dia menyambutku dengan penuh rindu. Ia cium pipiku dan kemudian merembet ke bibirku. Dia melumat kumis dan bibirku. Kami berasyik bertukar lidah dan ludah. Aku sempat meremas kecil payudaranya yang masih 'getas' itu. Sesungguhnyalah istriku Warni adalah perempuan yang sangat cantik.

Tampilan Warni sangatlah menggemaskan mata para lelaki. Aku harus menyisihkan banyak saingan saat aku melamarnya. Di lingkungan desanya Warni adalah kembangnya. Kecantikan Warni sering jadi bahan omongan para lelaki baik yang masih bujangan maupun yang sudah beranak pinak.

Menurut pendapatku kecantikan Warni adalah jenis kecantikan alami yang mudah membangkitkan syahwat. Tubuhnya padat dan kencang. Dengan ukuran tubuhnya yang sedang saja mepakai baju apapun Warni akan terlihat luwes dan pantes. Bibirnya, lehernya, anak-anak rambutnya pada tengkuk atau jidad, dadanya yang bidang dengan buah dada yang hhuuhh.. Sungguh membuat penis lelaki langsung ngaceng ingin merasai nikmat legit vaginanya.

Pinggul dan pantatnya sangat serasi saat berjalan, membungkuk ataupun duduk. Dan melihat Warni saat melenggang di jalanan sepertinya orang Jawa bilang 'macam luwe' atau harimau yang lapar. Langkah-langkah kakinya saat bergerak maju yang diikuti oleh ayunan pinggul dan pantatnya serta lenggang lengan serta ayunan bahu.. Wwoow.. Aku tak mampu menceritakan keserasian yang sarat dengan pandangan birahiku.

Dan kenyataan yang lebih hebat lagi, Warni seperti kuda liar yang binal setiap melayani aku di ranjang. Dia selalu nampak haus dan menunggu belaianku. Warni termasuk perempuan yang tak mudah dipuaskan syahwatnya. Aku sering terpikir, seberapa jauh aku bisa mengimbangi hasrat birahinya. Atau, mampukan aku memberikan kepuasan seksual ke istriku Warni ini?!

Adakah itu pula yang menyebabkan lahirnya cerita si Giman tetanggaku itu? Mungkinkah aku terlampau lama melaut hingga Warni tak mampu menahan gelora syahwatnya? Ah.., memang selama ini aku selalu khawatir setiap memikirkan istriku Warni yang 'hot' itu saat aku berada di tengah samudra. Bayangan akan hadirnya lelaki lain memang sering dan membuat hatiku merana. Aku sering membayangkan seandainya itu terjadi. Aku jadi terpukul-pukul dan terluka oleh bayanganku sendiri.
Seperti biasa setiap pagi Warni pergi belanja ke pasar. Pagi itu saat hendak berangkat dia menawari aku ingin makan apa? Dia akan masak makanan kesukaanku. Aku serahkan pada dia untuk memilihnya. Aku ingin dia lekas keluar rumah ke pasar. Aku ingin melihat-lihat keadaan rumah, siapa tahu ada petunjuk tentang adanya lelaki tua itu.

Aku amati perabotan di rumah. Mungkin ada rokok tyang tertingal. Atau benda-benda khas lelaki lainnya. Aku juga buka-buka lemari pakaian. Adakah yang mencurigakan? Mungkin bau minyak wangi, atau ada baju baru yang kemungkinan pemberian lelaki tua itu.

Kemudia kulihat pula tas tangannya atau dompetnya. Siapa tahu disitu ada benda-benda yang pantas dicurigai?! Ternyata aku tak menemukan apa-apa. Aku lantas duduk diam. Memikirkan kemungkinan lainnya. Dan.. Achh, siapa tahu.. Aku pergi ke kamar mandi. Aku periksa pula pakaian kotornya yang masih nge-gantung di kamar mandi. Bukankah tadi pagi Giman masih memergoki lelaki itu?!

Aku lihat blus, kutang dan roknya. Kuamati dengan cukup cermat. Kulihat noda-noda keringatnya yang membentuk seperti peta. Itu tidak membuat aku khawatir atau curiga. Kini kuraih celana dalam Warni yang berwarna merah dengan kembang-kembang lembut. Kuamati cermat pula. Di arah selangkangannya, kemudian di bagian yang menutupi vaginanya. Disitu aku tiba-tiba.. Deg.. Jantungku berdegup kencang.. Aku melihat ada kilatan lendir yang menempel. Jariku cepat meraba.. Kembali.. Deg.. Benar.. Aku meraba lendir. Saat kuperhatikan nampak olehku gumpalan lendir macam putih telor.. Lebih lengket dan kental karena hampir mengering. Berarti peristiwanya belum lama.

Aku bisa pastikan ini peristiwa malam tadi. Sperma ini milik lelaki itu. Mungkin celana dalam itu untuk mengorek sperma yang menggumpal di lubang vagina istriku. Sperma yang ditumpahkan lelaki itu. Berkali-kali kuamati sampai aku yakin banget bahwa itu sperma. Sperma lelaki lain yang nempel di celana dalam istriku. Ah.. Kenapa kamu bisa begini Warnii..?!

Sekali lagi, kenyataan yang kutemukan itu semakin tidak membakar cemburuku. Bahkan penisku ngaceng menyaksikan sperma lelaki lain di celana dalam Warni ini. Bahkan pula, jari-jariku berusaha merasai benar-benar bagaimana lengketnya gumpalan sperma itu. Rasanya ingin dan sangat menyenangkan apabila aku bisa mendapatkan lebih banyak sperma lagi. Hidung dan matakupun berusaha menangkap citra sperma yang nempel celana dalam itu. Aku mencoba mendekatkan ke hidungku dan membauinya.
Kini aku dikejar oleh rasa penasaran. Bukan karena rasa cemburu. Penasaranku itu adalah rasa haus untuk menghadirkan khayalan bagaimana istriku menggigiti dada lelaki itu yang gempal berotot dengan penuh gairah. Bayangan Warni mendesak-desakkan pantatnya, sebagaimana yang dia lakukan padaku juga, yang tak sabar menunggu penis lelaki itu menembusi vaginanya. Dan bayangan Warni yang mendesah atau merintih saat menerima tusukkan penis Pak tua itu di kemaluannya. Aku ngaceng berat. Tanganku serasa ingin mengelusi penisku sambil meneruskan bayangan lelaki tua yang ngentoti istriku Warni.

Akhirnya aku perlu bersiasat. Aku persiapkan kemungkinan untuk mengintai kamar pengantinku. Aku pelajari situasi di luar kamarku. Aku mengambil bangku plastik bekas yang ringan dari gudang untuk pijakan berdiri mengintai dari kisi-kisi jendela kamarku itu. Aku samarkan adanya bangku itu di antara pot-pot tanaman hias yang terserak di luar jendela kamarku.

Untuk lebih meyakinkan Warni, dan juga cukup waktu untuk mereka berdua, Warni dan lelaki itu, untuk dirundung kerinduan saling bercumbu, pada malam pertama dan kedua kedatanganku aku benar-benar tinggal di rumah. Dan sebagaimana biasa saat sebagai suami istri kami menghabiskan waktu untuk berasyik masyuk menyalurkan syahwat birahi.

Pada pagi hari ke.3 aku bilang pada Warni istriku, bahwa aku menerima telpon dari nakhoda untuk memeriksa mesin, itulah tugasku di kapal, apakah perlu 'repair' selama menunggu bahan bakar. Mungkin aku mesti menginap di kapal untuk menyelesaikan tugasku itu. Dengan menampakkan seakan masih memendam rindunya, istriku melepas aku pergi. Dan aku pergi, tetapi bukan ke kapal.

Aku menyelinap masuk ke rumah Giman yang kebetulan lagi sendirian. Istri bersama anaknya lagi pulang mudik. Giman yang teman akrabku ini setuju akan membantu aku memata-matai ulah tingkah Warni istriku. Solidaritas tetangga, katanya. Aku menunggu hari gelap. Tunggu punya tunggu hingga pukul 10 malam tak ada orang yang datang ke rumahku. Dan aku yakin biasanya istriku sudah terlelap tidur. Dia termasuk orang yang tidak tahan melek.

Dan Giman yang sedianya akan membantu akupun telah tertidur di bangkunya. Nampaknya dia kelelahan dan tak tahan melek. Aku tak akan membangunkannya. Aku sendiri yang biasa terbiasa tidur tengah malam tetap membuka mata duduk di kegelapan beranda rumah Giman, mengawasi rumahku.

Tiba-tiba lampu depan rumahku.. Pet.. Mati. Pasti istriku yang mematikan lampu itu. Sekeliling rumahku jadi sepi. Aku jadi tegang. Kenapa? Adakah seseorang akan datang yang tidak boleh nampak oleh orang lain?

Ternyata aku tidak perlu menunggu jawaban terlalu lama. Sekitar 5 menit sesudah lampu dimatikan dari arah kanan, sekitar 50 m dari rumahku nampak seseorang berjalan dalam kegelapan. Yaa.. Seorang lelaki.

Kumpulan Cerita Dewasa

Dan tepat di pintu pagar rumah dia sesaat berhenti. Dia tengok kanan kiri untuk mengamati adakah orang lain yang melihatinya? Kemudian dia membuka pintu pagar dan bergegas masuk ke halaman rumah atau lebih tepat lagi menuju jendela kamar di mana adalah merupakan kamar pengantinku. Lelaki itu mengetok pelan. Mungkin sekitar 3 ketokan pada daun jendela itu.

Kemudian dia kembali bergegas ke pintu masuk rumah. Aku melotot tajam. Aku sangat tegang. Kuusahakan mataku tidak melepas pandangannya pada lelaki dan pintu itu. Tak sampai semenit nampak pintu itu terbuka. Yang nampak hanyalah lubang pintu yang gelap. Aku tak melihat istriku. Dia berada dalam kegelapan lubang pintu itu.

Dan dengan cepat lelaki itu menghilang dan pintunya kembali tertutup. Sepi kembali. Tetapi aku tidak sepi. Hatiku gemuruh sepertinya gelombang tzunami yang sedang menyerang pantai Larantuka dan melenyapkan pucuk-pucuk nyiurnya.


Ada semacam bara cemburu yang sangat merangsang hasrat birahiku. Bukan akan menghalangi percumbuan kedua insan ini. Kecemburuanku ini justru menginginkan 'pencurian nikmat syahwat' ini berlangsung sukses. Aku ingin, dan sangat ingin menyaksikan wajah istriku saat menerima nikmatnya sentuhan lelaki lain.

Aku ingin menyaksikan bagaimana Warni membuka pahanya yang putih indah itu 'ngangkang' menunggu penis lelaki itu mendekat ke vaginanya. Aku ingin bagaimana saat-saat penis lelaki itu menyentuh vaginanya. Duhh, duh.. Aku ngaceng berat, nih. Aku menunggu beberapa waktu sebelum aku mengendap memasuki halaman rumahku sendiri. Aku mencoba mendekat ke kamar pengantinku dan mendengarkan apa yang sedang terjadi.

Kupingku menangkap suara cekikikan istriku. Sepertinya dia menahan kegelian. Kemudian suara berat dari seorang lelaki yang terkesan penuh wibawa dan sangat melindungi,

"Ayoo, War.. sini. Jangan takut. Mas akan bantu supaya nggak terasa sakit" .. Hah..?
"Aku khan belum pernah, Mas. Lagian geli, gitu lho"
"Jangan khawatir, pelan-pelan saja kok. Biar kuludahi dulu agar licin"
"Ad.. Akhh.. Adduhh.. Pelan mass.. Hachh.. Aacchh..".
"Dikit lagii.. Huuchh.."
"Huucchh, ampuunn.. sudah Mass.. Jangaann.."

Edan.. Omongan itu membuat aku sangat tegang. Lagi diapain Warniku. Sepertinya dia menolak sesuatu yang disodorkan padanya tetapi membiarkannya sodoran itu jalan terus. Yang pasti bukan perkosaan atau jenis paksaan lainnya. Dan lelaki itu sepertinya sedang mengejar kenikmatan yang tak terhingga dari istriku,

"Ampuunn, Maass.. Enakk bangeett.. Dduh.. Sakiittnyaa.."

Sekali lagi edan.. Teriakan 'enak' dan 'sakit' datang bersamaan dan beruntun. Serta merta aku beranjak mengambil bangku plastik yang telah kusiapkan sebelumnya. Aku berdiri di atasnya dan melongok ke kisi-kisi jendela kamarku.


 

Kumpulan Cerita Dewasa | Ketagihan Pesta Sex

Kumpulan Cerita Dewasa





Kumpulan Cerita Dewasa - Tidurku yang tak nyaman karena dilanda mimpi buruk, terasa makin tak nyaman karena nafasku tiba tiba terasa sesak, dan tubuhku seperti terhimpit sesuatu. Rasanya aku tidak mengidap penyakit asma. Namun selangkanganku terasa enak Dan nikmat, seperti ada penis yang mengaduk vaginaku. Belum lagi rasanya payudaraku diremas lembut, membuatku perlahan tersadar dari tidurku, untuk kemudian mendapati ternyata Wawan yang membuatku terbangun dengan menyetubuhiku. Aku yang masih belum sadar betul, terkejut melihatnya ada di kamarku, apalagi sedang menyetubuhiku, membuatku menjerit ketakutan dan mendorongnya, namun ia terlalu berat buat cewek mungil sepertiku. “Lho Non Eliza, katanya mulai kemarin saya boleh menikmati Non?” tanya Wawan memprotesku. Aku langsung sadar, teringat kemarin memang aku menjanjikan hal ini. “Tapi bukan gini caranya Wan! Masa aku lagi tidur kamu ajak beginian. Nggak sopan tahu! Lagian aku tadi masih belum sadar benar, bangun bangun ada orang lain di kamarku, kukira aku sedang diperkosa rampok tau!”, kataku ketus. Sedikit jual mahal boleh dong? Mendengar omelanku, Wawan terdiam. Tapi penisnya yang menancap di vaginaku tidak mengendur sedikitpun. Aku menghela nafas panjang, lalu berkata “Ya sudah, cepat lanjutkan. Mana kamu ini lama lagi kalau main. Oh tunggu!!”, tiba tiba aku teringat dan menurunkan volume suaraku, “Gila kamu ya Wan, kakakku mana??”. Wawan cengengesan dan berkata, “tenang Non, liat ini jam berapa? Kakak non sudah pergi setengah jam yang lalu kok. Dan saya sudah tidak tahan untuk bermain lagi dengan non nih”. Oh.. aku sedikit lega, dan melihat jam, yang ternyata sudah jam 08:15 pagi. “Lalu, sejak jam berapa kamu nggghh… ” belum selesai aku bertanya, Wawan sudah mulai menggenjotku dengan tak sabar, hingga aku melenguh, keenakan.

“Oh..Wan… kamu…”, desahku nikmat. Wawan tersenyum penuh kemenangan, membuatku sedikit jengkel juga, tapi hanya sebentar, karena rasa nikmat langsung melandaku ketika Wawan mengulangi gayanya kemarin, ia memeluk pinggangku, dan menarikku berdiri. Penis yang amat kokoh itu langsung terbenam begitu dalam, membuatku melenguh lenguh. Bukan hanya karena takut, tapi juga tak ingin penis itu lepas dari vaginaku, membuatku tanpa sadar kembali melingkarkan kakiku ke pinggangnya. Rasanya tusukan penis itu semakin dalam, dan aku yang sudah melingkarkan tanganku ke lehernya supaya tubuhku tidak terjatuh ke belakang, memagut bibirnya penuh nafsu tak perduli dengan wajahnya yang amburadul. Terakhir aku minum obat anti hamil adalah ketika aku digangbang di ruang UKS 2 hari yang lalu, tapi aku tak kuatir hamil, sebab kini aku sedang bukan dalam masa subur. Aku sudah tak lagi punya niat untuk jual mahal, karena rasa nikmat yang sudah menjalar ke seluruh tubuhku benar benar menghancurkan akal sehatku. Wawan terus memompa vaginaku sambil berjalan, rasanya nikmat sekali. Aku heran dan menduga duga ke mana ia mau membawaku, sambil mulai memperhatikan keadaanku. Bajuku masih melekat, walaupun tanpa bra. Aku memang tak pernah tidur dengan memakai bra. Tapi celana panjangku dan celana dalamku tidak ada, dan sempat aku melihat dari pintu kamarku ketika Wawan membawa tubuhku keluar, kutemukan kedua benda itu tergeletak di lantai kamarku. Kini Wawan menuruni tangga, rupanya hendak mengajak rekannya kemarin untuk bersama sama menikmati tubuhku.

Kumpulan Cerita Dewasa

Gawat juga nih. Kalau tiap pagi sarapan sex seperti ini, bagaimana aku konsentrasi di sekolah? Tapi aku tak kuasa menolak kenikmatan ini, dan pasrah saja mengikuti kemauan Wawan. Setiap langkahnya di tangga membuat penisnya memompa vaginaku, dan aku orgasme ringan hingga cairan cintaku mengalir semakin banyak, seharusnya membasahi paha Wawan, yang terlihat senang senang saja. Akhirnya ia membawaku ke kamar tidur pembantu laki laki di rumahku, dimana pak Arifin dan Suwito sudah menunggu. Dengan nafas tersengal sengal karena sodokan Wawan yang semakin gencar, aku yang menyadari akan segera digangbang lagi, mencoba mengingatkan mereka dengan terputus putus bercampur desahan dan lenguhan, “kalian… harus inghh… ingat… yaaah…. ngggh…. aku nantiiii…. harus… sekolah….”. Mereka tertawa, dan Suwito berkata, “Tenang non Eliza, cuma satu ronde kok. Kami kan juga harus kerja membersihkan bagian luar rumah Non…”. Suwito membelai pantatku dan melanjutkan “aduh non, kalau begini non cantik banget lho non, mana ada bintang film porno yang secantik nona kita ini ya?”. Pak Arifin menyibakkan rambutku yang terurai ke belakang telingaku dan menimpali, “Kita ini benar benar beruntung bisa kerja di sini. Di mana lagi kita dapat menikmati nona amoy secantik non Eliza ini.. seterusnya lagi. Non Eliza sendiri kan yang minta? Kalau begini mah, bayaran gak naik juga kita betah lho Non kerja sampai tua di sini”.

Mereka tertawa senang sementara aku yang antara malu bercampur terangsang, tak bisa menanggapi gurauan mereka, karena Wawan sudah melanjutkan pompaan penisnya yang sekeras batangan besi itu, membuatku menggeliat dan melenguh dalam pelukannya. “Nggggh.. Waaan….aduuuh….emmpph”, Wawan memagutku dengan buas, hingga aku tak bisa lagi bebas melenguh. Yang lain sabar menanti gilirannya dengan caranya masing masing, Suwito membelai dan meremas pantat dan payudaraku, sementara pak Arifin membelai belai rambutku yang panjang sampai sepunggung ini, sambil menghirup bau harum rambutku. Dengan tubuh yang dirangsang 3 orang sekaligus seperti ini, membuat orgasme demi orgasme meluluh lantakkan tubuhku, sampai akhirnya datanglah saat saat yang paling nikmat itu, aku kembali mendapatkan multi orgasme. “Mmmmmph… hnngggh.. oooohhhh… aaa….duuuuuh….” erangku saat tubuhku terlonjak lonjak tak karuan, cairan cintaku membanjir dan membanjir. Betisku melejang lejang, pinggangku tertekuk ke belakang ketika aku menikmati orgasmeku dengan total. Tubuhku pasti sudah jatuh kalau tak ditahan Suwito dan pak Arifin, yang memanfaatkan kesempatan itu untuk menyusu pada payudaraku sambil meremas remas dengan gemas, membuat orgasmeku yang susul menyusul ini makin terasa nikmat. Dentang grandfather clock dari dalam ruang tamu di rumahku menunjukkan sekarang ini adalah jam 09:00!

Oh… entahlah, mungkin sudah sejam kali aku digenjot Wawan, kalau ditambah dengan waktu aku masih tertidur. Ia memang perkasa untuk urusan sex, membuatku semakin kagum padanya. Beberapa menit setelah aku orgasme, Wawan tak tahan lagi. “Oooh… mem*knya non Eliza ini…. rasanya kont*lku kayak diurut urut… sudah 3 menit… aaah… “, erangnya sambil menembakkan spermanya di dalam liang vaginaku. Aku memejamkan mata ingin menikmati sepuas puasnya rasa hangat yang memenuhi relung relung vaginaku. Kurasakan tubuhku dibaringkan di salah satu ranjang mereka, dan penis Wawan sudah terlepas dari vaginaku. Aku membuka mataku, untuk melihat giliran siapa berikutnya. Sedikit beda dari kemarin, sekarang gilirannya Suwito, yang sudah mengambil posisi di selangkanganku, dan segera membenamkan penisnya ke dalam vaginaku yang masih sangat basah oleh cairan cintaku dan sperma Wawan.Aku hanya bisa menggeliat pasrah dibawah tindihan Suwito, yang dengan penuh semangat menggenjotku sepuas puasnya. Pak Arifin masih memainkan rambutku, yang menurutnya sangat indah. Tiba tiba aku teringat penis Wawan yang pasti masih belepotan sperma yang bercampur cairan cintaku. Entah apa yang mendorongku, tapi aku hampir tak bisa mempercayai bahwa itu adalah suaraku sendiri ketika aku memanggil Wawan, “Wan, sini aku oralin bentar”.

Wawan yang sedang duduk di lantai beristirahat, tentu saja tak perlu kuminta dua kali, ia segera bangkit mendekatiku dan menyodorkan penisnya untuk kuoral, dan tanpa malu malu aku memegang penis yang sudah mengendur itu, kukulum kulum dan kuseruput hingga pipiku terlihat kempot, sampai tak ada sperma yang tersisa, sementara Wawan melenguh lenguh keenakan. Benar benar edan! Bagaimana mungkin aku bisa seliar ini? Bahkan aku merasa sperma itu begitu enak dan gurih, apakah ini karena aku mulai ketagihan minum sperma? Mungkin saja, karena kini aku sudah tak sabar lagi menunggu Suwito orgasme, karena aku ingin segera menjilati dan menyedot sperma lagi. Maka setelah penis Wawan selesai kuoral sampai bersih, aku segera menggerakkan pinggulku menyambut tusukan demi tusukan Suwito, dan benar saja, tak sampai 10 menit Suwito sudah menggeram. Ingin aku memintanya keluar di mulutku, namun aku takut dianggap tidak adil karena tadi Wawan sudah keluar di dalam. Maka aku diam saja, membiarkan Suwito memuaskan hasratnya untuk menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku. Setelah kurasakan tak ada semprotan lagi, aku segera mendorong tubuhnya sampai penisnya terlepas dari jepitan liang vaginaku, dan buru buru aku berkata, ”To, cepat sini…”. Suwito pun segera menghampiriku, membenamkan penisnya ke mulutku, dan aku segera menyedot nyedot dengan memejamkan mataku, merasakan tetes demi tetes sperma yang teroleskan di lidahku. Rasanya nikmat sekali, asin dan begitu gurih.
Pak Arifin yang sempat tak kulihat batang hidungnya, kulihat kembali, sambil membawa sebuah sendok teh dan piring kecil. Aku tak terlalu memperdulikan hal itu, dan terus mengulum penis Suwito. Tiba tiba, aku melepaskan kulumanku, sambil melenguh pelan karena merasakan nikmat pada selangkanganku. Tak apa apa, toh penis Suwito sudah bersih. Tapi bukan itu yang harus kupikirkan, maka aku melihat ada apa dengan selangkanganku. Ternyata pak Arifin sedang menyendoki lelehan sperma yang bercampur cairan cinta yang mengalir keluar dari vaginaku, dan ditadahi dengan piring kecil tadi. Aku hanya diam menahan nikmat, ketika sendok kecil itu mengorek ngorek vaginaku dengan lembut, seolah menyendoki cairan cintaku dan sperma sperma dari Wawan dan Suwito. Setelah cukup lama, mungkin setelah vaginaku sudah tak terlalu becek lagi, pak Arifin berkata, “Non Eliza, non suka peju ya? Saya suapin peju mau ya?”. Aku dengan sedikit malu, mengangguk pelan, dan pak Arifin mulai menyuapiku dengan lembut seperti menyuapi anaknya yang sedang sakit. Kembali aku merasakan sperma yang bercampur cairan cinta. Suapan demi suapan cairan yang gurih dan nikmat ini membuat aku tak begitu lapar lagi meskipun aku ingat aku belum makan pagi. Setelah jatahku habis, pak Arifin mulai bersiap menggenjotku, sambil bertanya, “Non Eliza, non mau nggak kalau nanti saya mengeluarkan peju dalam mulut non?”. Aku mengangguk senang, kemudian melebarkan selangkanganku selebar lebarnya, karena aku ingat penis pak Arifin ini berukuran raksasa. Kurasakan penis itu sudah mulai melesak sedikit, dan gairahku langsung naik cepat. Apalagi Wawan dan Suwito ikut menyusu pada payudaraku dengan remasan remasan kecil.

“Aduh… oooh…”, erangku antara sakit dan nikmat. Tetap saja ada rasa sakit yang melanda vaginaku, karena ukuran penis pak Arifin sangat besar. Tapi kini aku bisa lebih cepat beradaptasi, dan mulai mengimbangi genjotan sopirku ini. setelah rasa sakit itu lenyap, aku mulai mendesah dan melenguh keenakan. Penis itu seolah menancap begitu erat, sehingga ketika pak Arifin menarik penisnya, seolah vaginaku yang menjepit penisnya ikut tertarik, dan tubuhku terangkat sedikit. Namun ketika penis itu menghunjam, rasanya vaginaku serasa sedang dimasuki daging keras yang besar hingga sesak sekali. Tak sekeras punya Wawan memang, tapi masih keras untuk ukuran orang seumur pak Arifin. Dan cukup keras untuk membuat aku serasa melayang ke awang awing. Rasa nikmat ini akhirnya membuat aku orgasme, kembali kakiku melejang lejang membuat jepitan vaginaku pada penis pak Arifin makin erat, dan ini membuat pak Arifin kelabakan, penisnya berkedut kedut. Ia segera menarik penisnya lepas dari vaginaku dengan tergesa gesa, dan segera membenamkan penisnya dalam mulutku. Segera semprotan spermanya yang juga terasa asin dan gurih, membasahi kerongkonganku. Aku terus melahap sperma itu, menjilati dan mengulum penis itu hingga bersih. Aku sudah tak merasa lapar lagi setelah sarapan sperma dan cairan cintaku sendiri. Mereka bertiga akhirnya duduk mengatur nafas mereka yang masih memburu. Wawan yang paling duluan pulih, namun sesuai janji mereka, ini hanya satu ronde. Tiba tiba Sulikah datang terburu buru sambil membawa celana dalam dan celana panjang satin pasangan baju tidurku. “Non, kakaknya non sudah pulang. Cepetan non, pakai ini dan kembali ke kamar non”, seru Sulikah agak panik. Aku juga ikut panik, segera memakai celana dalam dan celana panjang ini, kemudian berlari kembali ke kamarku. Yang lain juga segera memakai bajunya masing masing, kemudian segera keluar dari kamar tempat kami pesta sex barusan, seolah olah sedang bekerja seperti biasa.
Untung Sulikah memberitahu tepat pada waktunya, aku sudah di dalam ruang makan ketika kudengar deru mesin mobil kokokku di garasi. Rupanya dosen yang mengajar mata kuliahnya pagi ini tidak datang. Aku naik tangga dengan jantung berdegup kencang, akhirnya sampai juga aku ke dalam kamarku yang kulihat sudah rapi, pasti Sulikah yang merapikan. Sempat kulihat jam, ternyata sudah jam 09:30. Dan aku segera masuk ke kamar mandi, membersihkan tubuhku dari keringatku dan keringat 3 orang tadi, juga vaginaku kucuci bersih, hingga terasa kesat. Mungkin karena cuma 1 ronde, tubuhku tak terlalu lelah. Selesai mandi, aku mengeringkan tubuhku sambil memastikan tak ada tanda tanda aku baru saja bermain sex dengan mereka. Lalu aku memakai baju santai, dan turun ke ruang makan. Di sana sudah menunggu kokoku, yang membawakan aku nasi campur di dekat sekolahnya, kesukaanku. Yah, kebetulan deh. Aku kan belum makan pagi, cuma sarapan sperma dari mereka bertiga tadi. Aku memeluk kokoku senang, dan berkata, “thank you ya kokoku yang baik”. Kokoku tertawa dan menggodaku, “Iya me. Tapi baik kalau bawain makanan aja ya? Kalau nggak jadi nggak baik?”. Aku memukul lengannya manja, lalu kami makan bersama. Kami ngobrol kesana kemari, dan tak terasa akhirnya selesai juga kami makan.

Kokoku kembali ke kamarnya, mungkin main komputer. Aku juga kembali ke kamarku, mempersiapkan diri ke sekolah. Sekarang sudah jam 10, aku biasanya berangkat jam 11:30. masih ada satu setengah jam lagi, aku menyiapkan seragamku, putih abu abu. Juga tas sekolahku, yang membuatku teringat tentang obat perangsang itu. Lalu aku menyisir rambutku rapi, dan duduk manis di ranjangku. Sambil menunggu, aku menelepon temanku, dan kami ngobrol sampai tak terasa sudah waktunya aku harus berangkat. Setelah berpamitan, aku mengenakan seragam sekolahku, lalu berpamitan pada kokoku, dan turun ke garasi. Seperti biasanya, pak Arifin menawarkan diri untuk mengantarku, tapi kutolak halus karena aku ingin menyetir mobil sendiri. Dalam perjalanan, aku mengingat ingat kejadian pagi ini, dan membayangkan besok aku harus melayani mereka bertiga lagi karena kokoku kuliah pagi sampai siang. Hmm, sarapan sex tiap pagi sebelum ke sekolah? aku menggelengkan kepala tak habis pikir, bisa bisanya ada pembantu plus sopir yang memakai tubuh anak majikannya. Entahlah, yang lebih gila lagi, anak majikannya ini tak merasa keberatan alias cewek bispak gitu loh..
 
 
Copyright © 2000. SPANK TITS